Bagikanlah sesuatu yang bermanfaat dan pantas! Bermula dari ketidaksengajaan melihat postingan seorang teman di Facebook yang menyhared konten tak layak konsumsi. Seperti gambar yang tidak diblur menampilkan anggota tubuh manusia akibat penganiyaan. Geram sudah melihatnya.
Begitu mudahnya membagikan sesuatu hal di media sosial telah menghilangkan makna konotasi positif dari berbagi itu sendiri. Pengguna jejaring medi sosial sekedar menjentikkan jari pada tombol 'Shared' dan semakin luaslah jangkauan dan dampak dari hal yang dibagikan tersebut. Lantas, sudahkah kita pernah berpikir sepersekian detik saja akan dampak dari status/konten/artikel/berita yang kita sebarkan tersebut? Barang kali pertanyaan ini layak untuk direnungkan terlebih dahulu.
Setiap orang tentu tahu dan menerima dengan lapang dada, bahwa setiap orang pula, memiliki hak dan tujuan tersendiri dalam memakai jejaring medis sosial. Hal ini kita kenal dengan privasi. Setiap orang tidak mempunyai otoritas terhadap seorang yang lain untuk melarang atau membatasi aktivitas bersosial media. Karena si empunya akun memiliki hak penuh terhadap apa yang hendak dilakukan dengan jejaring sosialnya. Dan tentunya, segala resiko ditanggung oleh pemiliknya.
Sudah begitu banyak contoh kasus yang menyeret pengguna sosial media ke percekcokan akibat penyalahgunaan. Imbasnya, pertikaian pun tercipta. Tak jarang, beberapa kasus sampai ke ranah hukum. Berangkat dari hal inilah mengapa setiap orang mesti lebih berhati-hati dalam menggunakan sosial media. Benar, bahwa kita memiliki kebebasan memakai media sosial. Tapi ingat, setiap kebebasan memiliki batasan. Karena dalam hal apapun, tidak ada yang benar-benar bebas! Selengkapnya mengenai pripasi ini tertuang gamblang dalam Data Policy dan Therm of Services dari jejaring sosial yang kita gunakan.
Kembali ke perihal berbagi. Menjamurnya situs berita di internet maupun jejaring sosial media menjadi faktor utama sumber berbagi. Gaya bahasa dan penulisan penyedia berita yang vulgar diimbangi dengan gambar-gambar yang mengikis nurani terkadang sudah melampaui batas layak publish. Anda tentu masih ingat dengan berita keasusilaan terhadap perempuan remaja di Padang dan Lampung. Berita yang dalam waktu singkat viral di dunia maya. Diksi atau pemilihan kata judul dan isi sengaja dibuat sadis nan vulgar agar memikat para pengunjung situs. Memang, dampak baik dari membagi-bagikan berita tersebut terlihat yaitu dengan cepatnya kasus ditangani pihak berwajib dan segera meringkus para pelaku. Namun ada pula kekeliruan, bahwa dalam memberitakan kejadian seyogianya tidak mesti dibarengi dengan gambar-gambar vulgar yang tidak pantas dilihat. Karena secara tidak langsung hal ini berdampak buruk pada psikologis setiap orang yang melihatnya. Kita tahu sendiri, saat ini pengguna sosial media bukan hanya orang dewasa secara usia saja, tetapi sudah merambah hingga remaja dan anak-anak.
Berita vulgar seperti ini memang cenderung punya akun perseorangan yang notabene milik pribadi tertentu dan secara sengaja mengupload gambar yang menyayat ulu hati dan tak jarang dibumbui dengan kalimat-kalimat sedih untuk menggugah rasa. Banyak ragam cara ditempuh, misalnya gambar kepala manusia pecah berdarah-darah akibat tabrak lari, sekujur tubuh seorang anak lebam biru akibat penyiksaan, pembunuhan keji sekeji-kejinya dan lain sebagainya. Ada pula yang membuat gambar dari nabi-nabi tertentu, sehingga setiap orang yang melihatnya pastilah akan terenyuh.
Tidak dipungkiri, bahwa segala hal yang berkaitan dengan hati dan keyakinan akan mudah menarik perhatian orang banyak. Jika susah demikian, siapa yang tidak menaruh simpatik bukan? Di akhir posting, anda akan disarankan untuk meninggalkan jejak seperti koment/like/shared. Tapi tahukah anda, kebanyakan dari posting demikian sesungguhnya adalah HOAKS. Mereka hanya memanfaatkan kesentimenan jiwa-jiwa labil dengan dalih kemanusiaan untuk meraup untung berupa materi. Semakin banyak koment/like/shared diperoleh, maka semakin beruntunglah pemilik postingan.
Menjadi ironi, karena kebanyakan dari pengguna sosial media masih tidak terlalu begitu paham mengenai hal macam ini. Tak pelak, dari berbagai kalangan dan latar belakang telah menjadi korban postingan seperti disebut di atas. Tak peduli, setinggi apapun pendidikan dan gelar orang tersebut, tetap saja terperangkap dengan jebakan ilusi postingan itu. Mereka seolah-olah turut berjasa dengan menyhared berita maupun postingan tersebut. Mengapa demikian? Mengapa sebegitu gampangnya menekan tombol "shared" untuk kontent berisi kekerasan, asusila dan amoral lainya? Karena kita terlampau gampang larut dan sentimen terhadap hal-hal yang berurusan dengan hati, lagi iman.
Maka dari itu, ketika melihat sebuah postingan yang meminta anda meninggalkan koment/like/shared, segera saja abaikan, apabila postingan tersebut tidak mengandung nilai yang bermanfaat dan pantas bagi kehidupan. Sekali lagi, bermanfaat dan pantas! Karena sesungguhnya hal tersebut tidaklah berguna sama sekali. Tindakan yang sia-sia belaka.
Pernahkah anda dilema ketika menerima dan disuguhi dengan kata 'PAHALA' dalam berbagai kesempatan? Atau semacam 'Anda akan terberkati apabila membagikannya' kepada orang lain. Sebelumnya mohon maaf, saya tidak dalam posisi untuk menentukan apakah hal tersebut pahala atau tidak dan anda akan terberkati atau tidak. Tetapi satu hal yang pasti, akan terasa lebih berpahala dan terberkati apabila dilakukan dalam kehidupan sehari-hari tindakan seperti bersedekah di bawah naungan organisasi yang jelas, berbagi secara langsung ke panti asuhan, ketimbang anda membagikan/shared sebuah postingan yang anda sendiri tidak tahu di mana rimba pemiliknya.
Ada sebuah ungkapan berbunyi demikian, "Anda adalah apa yang anda lakukan." Dalam kehidupan nyata, ini tentu sangat relevan, di mana tindakan seseorang menunjukkan karakter asli orang tersebut. Setali tiga uang, di dunia maya tentu hal ini juga tidak jauh berbeda. Bahkan lebih dari itu, terkadang di dunia maya melalui akun jejaring sosial media lebih menggambarkan sifat asli seseorang. Hal ini terlihat melalui aktivitas media sosial anda semacam status yang diposting, konten/artikel yang dishared dan cara menanggapi suatu peristiwa tertentu di dunia maya. Karena secara tidak sengaja, apa yang anda tulis di media sosial merupakan ungkapan isi hati anda. Artikel yang dengan begitu gairah anda shared cenderung menunjukkan keadaan maupun kondisi anda saat itu juga. Karena banyak hal yang tidak dapat diaplikasikan dalam dunia nyata, justru ditunjukkan di dunia maya.
Terkhusus dengan postingan shared, hal-hal yang anda bagikan di sosial media sedikit banyak akan menggambarkan diri anda seperti apa, lebih akan menunjukkan kualitas anda, jauh akan menentukan seperti apa pekerti anda sebenarnya. Semisal, ketika seseorang melulu menyhared berita tentang kekerasan, tindak asusila, pemalakan dan semacamnya, tentu orang lain akan menganggap ada sesuatu hal yang aneh dengan orang tersebut bukan? Mungkin tidak terlalu begitu masalah apabila yang beranggapan aneh adalah orang yang bukan siapa-siapa dan tidak dikenal. Namun kenyataan, hal-hal yang anda shared itu telah disaksikan oleh orang-orang dekat anda, sebut saja sahabat, kolega, rekan bahkan keluarga dekat macam sanak saudara. Lain cerita, ketika anda membagikan sesuatu yang bermanfaat seperti cerita motivasi, kisah inspirarif, pelajaran hidup serta artikel yang sifatnya membangun kebaikan manfaat bagi khalayak luas.
Pada akhirnya, setiap orang tentu memiliki pola pikir dan perpsektif yang berbeda-beda. Sudah barang tentu pula akan sukar untuk dapat menyamakan persepsi. Namun untuk khazanah kebaikan, sudah saatnya kita lebih mempertimbangkan kembali apa yang hendak kita publish, terutama apa yang hendak kita shared. Berbagi memang indah, selagi dalam ruang kebaikan manfaat dan kepantasan. Marilah kita menyhared hal-hal yang menghaluskan budi pekerti, bukan malah memantik keresahan jiwa. Bagikanlah sesuatu yang bermanfaat dan pantas! Cocok kam rasa?
Ya sudahlah, segitu ajalah dulu.
0 comments:
Post a Comment